Islam ingin memastikan agar umat manusia dapat menjalankan tugas dan fungsinya di muka bumi ini dengan baik. Karena itu, ajaran Islam selalu mengajak manusia untuk memakmurkan bumi, menyerukan kepada umatnya agar memanfaatkan seluruh kekayaan alam ini dengan semaksimal mungkin. Misi Islam tersebut adalah juga tujuan diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk buat manusia untuk menggapai kebahagiaan, keselamatan dan kedamaian dalam kehidupan yang dibingkai dengan keadilan dan kebenaran. Allah berfirman: “Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus” (Al-Isra:9). Jalan lurus yang ditunjukkan oleh al-Quran itulah yang akan mengantarkan manusia mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Dengan demikian, Islam bukan hanya sekedar madzhab fikri yang berhenti pada tataran pemikiran semata, namun keharusan mengimplementasikan Islam dalam kehidupan adalah konsekwensi yang tidak dapat dipungkiri. Bukankan setiap perintah beriman dalam al-Quran selalu diikuti dengan perintah beramal shalih. Bahkan bukti kebenaran iman seseorang apabila sudah dapat menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Seluruh sisi kehidupan manusia harus diwarnai dengan Islam agar setiap permasalahan dapat diselesaikan dengan baik. Islam penuh dengan solusi dari seluruh permasalahan kehidupan ini. Islam layak diterapkan di setiap waktu dan tempat, dalam artian barang siapa yang berpegang teguh dengan ajaran Islam tidak akan berbenturan dengan zaman dan tempat manapun. Islam sangat realistis dan manusiawi, bukan agama di awang-awang yang eksklusif dan tidak membumi.
Seandainya Islam itu bukan agama amali, maka tidak akan ada perintah untuk hijrah. Cukuplah nabi Muhammad saw. berdiam diri di Makkah saja, tidak usah repot-repot menempuh perjalanan panjang yang melelahkan menuju Madinah dengan seluruh konsekwensinya. Nabi harus meninggalkan tanah kelahiran yang sangat dicintainya, para sahabat harus berpisah dengan keluarga dan meninggalkan harta kekayaannya di Makkah. Sebagian pengikut dakwah Islam sudah harus mengakhiri hidupnya karena siksaan dari orang-orang kafir Quraisy seperti yang dialami oleh keluarga ‘Amar bin Yasir. Seandainya Islam bukan agama amali, orang kafir Quraisy Makkah juga akan diam saja membiarkan dakwah nabi Muhammada saw., tidak akan mengganggu apalagi memusihi dakwah dan pembawa risalahnya. Mereka memusuhi dakwah karena Islam itu agama amali yang ingin mengubah perilaku manusia menjadi lebih baik.
Realitas saat ini juga demikian adanya. Apabila ada orang yang baik secara pribadi, maka hal itu adalah sesuatu yang biasa-biasa saja, tidak perlu dipermasalahkan. Apalagi orang yang baik itu juga biasanya kebaikannya banyak dirasakan orang lain. Orang di luar Islam pun tidak perlu khawatir, biarkan saja orang itu dengan kebaikannya. Namun, beda lagi ceritanya dengan orang baik yang memiliki misi perbaikan, kebaikan yang dimiliki bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi agar orang lain juga berperilaku baik juga. Ternyata dalam hal ini banyak orang yang harus mewaspadai dan menyikapi dengan penuh kehati-hatian, karena bisa jadi misi perbaikan tersebut akan mengusik eksistensi orang lain yang sudah berada dalam posisi nyaman. Dengan demikian, maka biasanya fitnah tidak bisa terelakkan, gesekan bahkan permusuhan untuk kepentingan tertentu menjadi keniscayaan.
Dalam kehidupan kita, fenomena orang sholeh memang banyak yang menyukai. Tetapi tidak banyak orang yang suka dengan para pelaku perbaikan atau orang mushlih. Sejak zaman dahulu hingga sekarang, orang yang memiliki misi perbaikan selalu mendapat tantangan dan hambatan. Di belahan bumi manapun upaya untuk memperbaiki perilaku manusia tidak pernah berjalan dengan tanpa rintangan. Terlebih lagi jika misi perbaikan itu bersifat menyeluruh, mencakup seluruh bidang kehidupan manusia; ideologi, sosial, politik, hukum, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya. Upaya perbaikan atau dakwah itu akan menjangkau kawasan yang sangat luas, jika mengacu kepada misi Islam itu sendiri. Disebabkan karena Islam itu sempurna, maka dakwah Islam harus sempurna juga.
Jadi, apabila ada seorang muslim yang tidak menyukai saudaranya sesama muslim, tidak berarti tidak senang dengan kebaikan saudaranya. Rata-rata misi perbaikan itu biasanya akan mengganggu dan mengusik kepentingan orang, hingga muncullah perselisihan bahkan permusuhan. Meski demikian, jangan pernah puas hanya menjadi orang sholeh saja. Menjadi orang yang sholeh itu berati baru sebatas menjadi orang baik pada dirinya sendiri. Kita harus tetap semangat menjadi orang mushlih, yang tidak hanya menjadi orang baik terhadap dirinya sendiri melainkan juga harus baik secara sosial dan memiliki kesadaran serta tanggung jawab terhadap misi perbaikan.
Hambatan itu pasti ada. Karena itu, bersabar adalah kunci pertama dan utama. Dengan kesabaran, misi perbaikan itu akan terus menggelora. Kunci berikutnya adalah tetap menyadari bahwa sampai kapanpun hal itu akan terjadi karena merupakan sunnatullah, dan sunnatullah tidak pernah akan berubah. Kunci ketiga, untuk meminimalisir terjadinya gesekan dan permusuhan, para pelaku perbaikan harus memiliki strategi yang handal, cara yang efektif dan tepat, disinilah fungsi perencanaan sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda nabi Muhammad saw. saat hijrah.
Wallahu A’lam
Baru, 11 Agustus 2021
U.B. Umar