HIJRAH DAN KESEMPURNAAN ISLAM (2)

Islam diturunkan oleh Allah di muka bumi bukan hanya sekedar mengubah tradisi masyarakat penyembah berhala menjadi menyembah Allah Yang Maha Esa. Tidak pula hanya menghilangkan tradisi mengkonsumsi minuman keras dan mabuk-mabukan semata. Juga tidak hanya menghilangkan kebiasaan mendzalimi orang misalnya dengan bermuamalah riba, mengubur hidup-hidup bayi perempuan dan lain sebagainya. Namun, kehadiran Islam pada dasarnya ingin menciptakan tatanan kehidupan baru yang sempurna meliputi seluruh bidang kehidupan manusia, mulai dari ideologi, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain, bahkan politik dan sistem pemerintahan pun tidak lepas dari perhatian Islam. Ternyata, hijrah adalah akselerasi terwujudnya tatanan kehidupan tersebut, sehingga betul-betul manusia dapat merasakan kemerdekaan, keamanan dan kesejahteraan.

Persiapan pembangunan masyarakat Madinah sudah dimulai jauh sebelum Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Pada tahun 12 dari kenabian Mus’ab bin Umair diutus oleh Rasulullah ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman kepada Rasulullah pada peristiwa bai’at ‘Aqabah pertama sebanyak 12 orang. Pada tahun berikutnya, yang masuk Islam dari kalangan Anshor pada bai’at ‘Aqabah kedua sejumlah 75 orang. Disamping mengajarkan Islam, tugas Mus’ab bin Umair bersama mereka yang telah masuk Islam adalah mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut kehadiran Rasulullah saat hijrah nanti. Dengan adanya persiapan tersebut, tatanan kehidupan baru akan dengan mudah dapat terealisai hingga terwujudnya sistem pemerintahan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari islam. Sistem pemerintahan Madinah sudah memiliki kelengkapan komponen, yaitu: wilayah, rakyat, undang-undang dan pemimpin.

Komponen pertama berupa wilayah, sudah dimiliki oleh kaum muslimin. Hal ini disebabkan karena adanya wilayah yang dihuni oleh kaum Muhajirin dan Anshar, jumlah mereka mayoritas. Pengakuan wilayah pemerintahan Madinah milik kaum muslimin bukan hanya dari kalangan masyarakat yang tinggal di Madinah saja, namun hingga orang-orang di luar wilayah Madinah juga telah mengakuinya. Hal ini dapat dibuktikan ketika perang Khandaq, dimana kekuatan sekutu dari berbagai suku dan agama telah mengepung wilayah Madinah. Dengan dijadikannya Madinah sebagi sasaran tentara sekutu, maka secara otomatis mereka mengakui keberadaan wilayah Madinah. Dengan izin Allah ternyata mereka kalah dalam perang tersebut. Allah berfirman: “Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan apa pun” (Al-Ahzab:25).

Komponen kedua adalah penduduk. Yang dimaksud dengan penduduk Madinah adalah mereka yang tinggal di wilayah tersebut, masyarakatnya bersatu terdiri dari umat Islam yang jumlahnya mayoritas, ditambah dengan umat minoritas lain yang beragama selain Islam. Rakyat Madinah telah komitmen dengan agama mereka, mengamalkan ajarannya dan taat kepada pemimpinnya. Mereka di Madinah telah merasakan kemerdekaan, kebebasan menjalankan keyakinan masing-masing dan saling menjaga kehormatan mereka. Mereka saling tolong-menolong dan menjaga persaudaraan, serta menikmati hidup di bawah naungan Islam.

Komponen pemerintahan yang ketiga adalah undang-uadang. Aturan yang digunakan dalam kehidupan berbangsa oleh masyarakat Madinah adalah al-Quran. Itulah undang-undang yang diyakini oleh mayoritas penduduk Madinah dan tidak akan ada manusia yang dapat membuat undang-undang lebih baik dari al-Quran. Allah berfirman: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain” (Al Isra’:88). Kandungan ayat-ayat al-Quran yang turun setelah hijrah berbeda dengan sebelumnya. Jika ayat-ayat Makkiyah lebih banyak bercicara terntang konsep keimanan dan ketauhidan, maka ayat-ayat Madaniyah telah bicara tentang konsep sosial kemasyarakatan.

Undang-undang al-Quran telah terpatri dalam sanubari kaum muslimin, sehingga perilaku masyarakat Madinah adalah potret dari implementasi undang-undang al-Quran dalam kehidupan. Semua umat Islam rindu dan terus mendekat kepada al-Quran dan komitmen dengan ajaran-ajarannya, hingga menjadi lentera yang menerangi hati mereka, menjadi kaca mata yang memperjelas penglihatan mereka dan menjadi obat penghilang kesedihan mereka.

Komponen keempat adalah pemimpin. Dialah Muhammad saw. pemimpin terbaik yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat menjadi teladan kehidupan. Sebagai rujukan bagi masyarakat dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan untuk itu mereka taat. Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa: 65).

Dengan demikian, semakin jelas bahwa tidak selayaknya kita menempatkan Islam dalam lingkup yang sempit dan terbatas, karena Islam itu luas dan sempurna. Demikian pula dakwah Islam, menjadi luas cakupannya seluas Islam itu sendiri.

Wallahu A’lam

Batu, 9 Agustus 2021

U.B. Umar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *