Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah”. Dalam hadis ini sesungguhnya Islam mengajarkan kepada kita semua untuk menjaga, merawat dan memakmurkan bumi yang kita tempati ini dengan cara menanam pohon yang akan bermanfaat buat generasi yang akan datang. Seandainya ada orang yang mengetahui esok hari akan terjadi kiamat, tetap saja kita dianjurkan untuk menanam. Betapa indahnya Islam yang mengajarkan kepada kita akan pentingnya berbuat kebaikan, kebermanfaatan dan mewariskannya kepada orang lain.
Hidup di dunia ini, rasanya kurang sempurna jika tidak berbagi kebaikan kepada orang lain. Hal ini bukan hanya sekedar akan bermanfaat untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial di masyarakat, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang baik atau al-mujtama’ as-shalih, namun juga merupakan perintah agama. Perintah baginda Rasulullah saw. yang harus dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah dan rasul-Nya. Bahkan dalam taujih nabawi yang lain disebutkan bahwa, manusia yang paling baik adalah mereka yang mampu menata kehidupan dalam komunitas dengan banyak bemberi manfaat kepada sesama. Semakin banyak manfaat yang diberikan, semakin mulia derajat seseorang di mata Allah. Sudah barang tentu, niat harus ditata dengan baik pula.
Harus disadari bahwa berbuat kebaikan tidak semuanya akan dinilai baik oleh orang lain. Penilaian orang adalah salah satu hal yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun di dunia ini. Hal ini disebabkan karena setiap manusia memiliki persepsi dan pola pikir yang berbeda, sehingga penilaian terhadap kebaikan orang lain juga akan berbeda. Sebagai contoh, seandainya kita aktif selalu pergi shalat wajib 5 waktu berjamaah ke masjid, maka hampir dapat dipastikan ada orang yang menilai baik dan simpati dengan kebaikan kita, namun disisi lain ada juga orang yang menilai miring dan tidak baik. Mungkin ada yang menilai untuk percitraan, mencari muka dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hiraukan saja penilaian manusia, seperti apapun penilaian orang, maka itu terserah mereka. Hal yang paling penting adalah penilaian Allah.
Jangan berhenti berbuat kebaikan, itulah prinsip. Sebaik, sebesar dan sebanyak apapun kebaikan yang kita lakukan, pasti ada orang yang tidak suka kepada kita. Dengan begitu, maka jangan pernah berhenti berbuat baik hanya karena takut disebut pencitraan, sok baik dan sebutan-sebutan lain. Kita juga harus benar-benar menyadari bahwa kita tidak bisa memaksa orang untuk menyukai kita. Cukuplah kita melakukan apa yang kita yakini baik menurut Allah dan rasul-Nya. Karena itu, benar sekali pepatah yang mengatakan bahwa, “mengharap ridha manusia adalah tujuan yang tidak pernah kesampaian”. Oleh karena itu dalam hidup ini kita tidak boleh salah tujuan, yang sesungguhnya hanyalah ridha Allah. Itulah konsekwensi dari janji kita yang sejak berbentuk janin sudah kita ikrarkan, dan setiap hari selalu kita perkuat ikrar tersebut.
Tidak jarang kita temukan orang yang berhenti berbuat kebaikan karena mendapat kritik dari orang lain. Hal ini sudah barang tentu tidak seharusnya terjadi. Jika betul-betul yang kita lakukan adalah kebaikan dan kebermanfatan buat orang lain, maka jangan biarkan orang lain mengatur kita. Bisa jadi hal-hal seperti itu adalah justru tipu daya setan yang menghalangi kita dari berbuat dan terus menanam kebaikan. Jadi, istiqamahlah pada kebaikan dan teruslah menanam.
Wallahu a’lam…
U.B. Umar
Batu, 30 Juli 2021